Saturday, April 12, 2008

Demi selembar Kartu KUNING

Cerita ini merupakan kelanjutan dari cerita umrah dan segala macam tetek bengeknya kemarin. Jadi, seperti yang udah dijelasin, setiap calon jamaah umrah harus memiliki kartu kuning. kartu kuning ini adalah bukti bahwa dia sudah divaksinasi MENCEVAC ACWY aka meningitis.

Jadi kemarin, gw harus ke bandara Soekarno Hatta untuk mendapatkan vaksin ini. Sungguh malang tidak dapat dilawan. Sesampainya disana, pendaftaran vaksin sudah ditutup karena vaksinnya habis. diulangi lagi ya...HABIS!! sementara antrian "pasien" masih berjumlah 290. Mohon tidak dimasukkan diriku yang belum terdaftar. Padahal semua jamaah sudah siap membayar uang sebesar 120.000 untuk satu ampul obat yang katanya tidak berharga lebih dari 20.000 rupiah. Cerita ini sungguh aneh mengingat ada satu jamaah yang cerita kalo dirinya harus mengumpulkan paling tidak 10 orang untuk satu ampul obat. Karena tidak mampu menemukan, maka dia bergegas ke Halim Perdana Kusuma untuk mendapatkan vaksin. Sekali lagi, sungguh malang tidak dapat ditolak. Sesampaiknya disana, dia harus mendapati bahwa Halim tidak lagi menerima suntik vaksin karena jatah 200 sudah penuh. Akhirnya dia lari ke Soekarno - Hatta hanya untuk mendapati dia dan semua yang ada disitu juga tidak bisa mendapatkan vaksin tepat waktu.

Yang paling menyedihkan adalah cerita seorang ibu yang khusus datang dari Yogya hanya untuk mendapatkan vaksin. Beliau sudah mencari se-yogya untuk itu, namun nihil hasilnya. Tidak ada satu rumah sakitpun yang mau melayani vaksin meningitis. Ironis memang mengingat anaknya adalah seorang dokter, dan anak itu sampai putus asa mencari vaksin untuk sang Ibu agar beliau bisa menunaikan umrah. Inilah akibat kebijakan sentralisasi vaksinasi. Sebuah kebijakan yang sangat idiot! Beruntung bagi Ibu itu, dia bisa masuk daftar penerima vaksi gelombang kedua dengan nomor urut 8. Namun....nomer penerima vaksin hanya sampai 120, gelombang 1. MOHON Dicatat..gelombang dua itu ada 170 orang.

Kesedihan, kemarahan dan kekecewaan para jamaah umrah belum selesai sampai disitu. Saat petugas memberitahu bahwa mereka belum tahu kapan vaksin itu akan tiba, semburat kekecewaan meluap. Banyak ibu-ibu yang cukup emosi dan mengata-ngatai pemerintah. Beruntunglah..tiba2 ada secercah harapan ketika petugas itu bilang akand atang 500 ampul vaksin pada jam 3 (setelah sebelumnya bilang jam 2) dari tanjung priok.

Well, jiwa gilaku berontak melihat ketidakpastian seperti itu. Pertama, aku cek ke beberapa rumah sakit untuk mendengar apa benar vaksin itu memang sudah "dikosongkan" demi kebijakan baru pemerintah. Dan benar saja..RS Haji maupun JMC. Dokter bandara sempat memberi rekomendasi untuk ke rumah sakit bintaro atau pondok indah. tapi ada beberapa calon jamaah yang mengaku sudah kesana dan pulang dengan tangan hampa. akhirnya, aku nekat langsung ke Tanjung Priok untuk mengetes. Ternyata tebakanku benar, disana hanya tersedia 10 ampul, masing2 untuk satu orang. Petugas disana mengatakan bahwa tadi petugas dari Soekarno-Hatta memang menelpon dan meminta stok vaksin. Namun karena keterbatasan stok, dia tidak bisa memberikannya. Dan aku sebenarnya cukup beruntung..sangat beruntung bahkan..karena kenekatanku itu, aku malah boleh suntik vaksin disitu, padahal petugas umrah bilang tidak boleh. Namun sekali lagi..aku membayar sangat besar untuk itu. Harga vaksin yang ternyata disitu 144.000 dihargai 250.000. Yah..apa mau dikata. Sehari lalu aku memeras otak, menenangkan hati dan mengeluarkan 250.000 plus semua ongkos transportasi dan berlari-lari dari bandara terminal 2 ke medical centre dan kembali ke terminal 1 hanya untuk selembar kartu kuning yang rupanya bukan dikeluarkan oleh pemerintah RI tapi oleh WHO...

Pemerintah memang layak disalahkan untuk hal ini. Mereka, SEKALI LAGI, membuat atau mematok kebijakan tanpa menyiapkan dulu sarana dan prasananya. Mereka pasti sudah menyadari sebelumnya reaksi dari jamaah dan bagaimana mereka akan dengan segala upaya mendapatkan vaksin. dengan hanya memusatkan tempat vaksinasi di 2 tempat yaitu halim dan soekarno-hatta airport, mereka seharusnya sudah jauh2 hari menyediakan stok yang memadai. Sungguh tolol juga melakukan sentralisasi vaksinasi seperti ini. Bagaimana nasib jamaah yang berasal dari luar daerah?? Haruskah mereka terbang ke jakarta hanya untuk vaksinasi dan mendapat selembar kartu kuning sebagai persyaratan dari visa umrah?? Rupanya keluarga di solo sangat lah beruntung. Di tengah semua penarikan obat ke jakarta, mereka masih bisa mendapatkannya di sebuah klinik dekat bandara yang diduga sebenarnya adalah pos kesehatan bandara itu sendiri. Dan ketika aku mendapatkannya di klinik terminal pelabuhan tanjung priok, aku mulai bertanya-tanya. Sebenarnya permainan macam apa ini??? Apa departemen kesehatan dan agama "bersekongkol" untuk mengumpulkan dana segar untuk "dinikmati" bersama??

apalah jadinya negara ini bila ibadahpun dijadikan sarana untuk berbuat dosa. Akan dibawa kemana iman dan hati nurani kita?? Dan sampai kapan kita akan belajar bahwa membahagiakan orang lain dan memberikan yang terbaik dari diri kita adalah ibadah yang tiada duanya??

Dan semoga Tuhan mengampuni dosa kita semua...

.

0 comments:

Post a Comment