Friday, June 3, 2011

SHINee and Kisi

I want to meet Kisi

I want to come to SHINee Concert in Nanjing

I just want to meet her

but the concert is on 20 August 2011, Ramadhan
there is no way I will get any green light from my family
what should I do??

Kisi aitai..
Kisi aitai..

Friday, February 18, 2011

A note to the future: If, perhaps, life should deceive you!

I happened to bump into these words. I don't remember what is exactly that inspires me to write all those words, but this note is made to mend a heart. For it to become stronger in the future..

If, perhaps, life should deceive you,
Be not gloomy, be not riled!

To sad days be reconciled;
Days of gladness, trust me, are near you.

In the future the heart lasts,
And the present is not cheering:

All’s but a moment, all will pass;
What has passed will be endearing.

From another book I read:
Man Zhafara Shabira, Those who are patient will be lucky

And in the school of life, God's curriculum consist only three subjects: ikhtiar, ikhlas and sabar (try the best, let it be and be patient). Be not gloomy in living life. All will pass eventually and the light of dawn only come after the darkest moment in the night.

For the past few days, i am struggling in giving a new meaning to life. Maybe just because I am entitled a new age while my heart keeps saying that I remain 18 at heart. Or maybe, because the life back home is not a cinderella life that I once imagined.

Yes, life at home is like living a harsh reality. There was (or maybe IS) reversed culture shock. For a good number of months, I try my best to cope with it. Hope arise and smile blossomed. But then, reality bounced me back to the bottom. Whether it is about life, living, job or love. All bounced me back to the bottom at the same time.

Then I remember reading a book that says: Once you reached the bottom, the only thing you can do is to rise high because there is no way you can slope lower than the bottom. Just try again and be patient if you fail or has not yet reached your goal. Those who are patient will be lucky.

Hope that I can be patient and ikhlas for the future life ahead. Amin

Friday, February 11, 2011

Celengan sapiku dicuri negara

Kok bisa??

Jadi ceritanya begini.. Beberapa hari lalu, kuputuskan untuk beberes rumah. Di tengah keruwetan bersih-bersih yang diselengi dengan bersin-bersin, ditemukanlah sebuah harta karun terpendam. Apakah gerangan? sebuah celengan bentuk sapi, terbuat dari tanah liat (yang aku yakin dibeli dari sekaten entah tahun kapan) muncul elok di tengah tumpukan baju-baju lama.

Reaksi pertama? kyyyyaaaa... celengan guuuueeee... harta karun terpendam gw! kayaknya bakal kaya mendadak nih, pikirku. Dengan semangat ala demonstran mesir menurunkan Mubarak, kuangkat celengan itu dan kularikan ke kamar ibu dan ayah sambil berteriak-teriak bangga. Niatnya menunjukkan harta karun terpendam itu, dan mungkin nanti akan ada pujian dari orang tua kalo aku rajin menabung. hehehehe...

Tau kah apa reaksi ayah? Dengan santai ayah berkata. "itu celengan dari kapan, nduk?". Dengan masih bersemangat kujawab, "Dari sma ato smp kali ya.. lupa. Yang pasti banyak, berat soale! hehehehe.." Terbayang ku recehan-recehan berjumlah banyak yang bisa kubelikan bermacam-macam hal. Buku ato bulpen warna warni.. atau cap emoticon korea!

Dengan berdebar-debar (lebay!), kupecah itu celengan. Brasa kayak di pelem2 kartun, tiba2 aku terserap dalam lorong gelap setelah melihat isi celengan itu. Koin beraneka rupa dan warna berserakan disitu. ada koin warna tembaga kuning ada yang perak. Ada yang besar, juga ada yang mini. Begitu ngeliat itu, kepikiran cuma satu hal: itu koin masih laku ga ya?

Dimulailah kegiatan memilah-milah koin. Yang koin seratus besar tipis berat. Trus uang 50 en 25 receh (masih laku ini??). Ini yang tembaga putih. Cap TIDAK LAKU langsung ditulis. Barulah pecahan uang 100 yang warna kuning. Kata ayah sih masih laku, tp cuma bisa buat dikasih ke pengamen atau pengemis. haaahh??

Uang 500, yang ternyata dua jenis itu, plus uang logam seribuan dipisah lagi. uang seribuannya masih tebel berat dengan lingkar kuning di bagian luar. Kata ayah, ini bisa buat jajan, nduk. Glek! cuma ini? setelah dihitung dengan cermat dan teliti, gabungan uang 500 dan 1000 itu berjumlah 5500.

Hiks.. celengan gw nilainya cuma 5500 rupiah. Bertahun-tahun menabung dari uang saku, hasilnya cuma 5500. hooowaaa... ini kenapa bisa begini???

Bukannya mencari kambing hitam, ini memang harus dicari sumber persoalannya. Dan ternyata, sumbernya adalah kegemaran pemerintah negara Indonesia tercinta ini untuk menciptakan dan mengedarkan uang baru. Entah tiap berapa tahun sekali, pemerintah mengedarkan uang baru. Uang yang lama entah masih berlaku atau enggak. Semua campur aduk ga jelas. Uang lama dan baru berputar kayak gangsing. Apa ya tujuannya pemerintah menciptakan uang baru tiap saat? biar percetakan uang negara ada proyek ya?

Bukannya mau membandingkan, tapi perasaan dollar AS dari dulu begitu deh rupa dan wujudnya. Uang yen Jepang dan won Korea juga begitu. Ga berubah barang sedikitpun. Pernah sih nerima uang yen lama, dibilangnya masih laku tapi sayang karena itu udah ga beredar.

Aku sadar betul pemerintah paling hobi ganti kebijakan. Ganti pejabat, ganti pemerintahan. Nama SMU berubah jadi SMAN trus berubah balik ke SMU lagi dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun. Tapi apa coba tujuannya?? Ga ada manfaatnya kalo cuma perubahan simbol semata. Persoalan mata uang juga sama. Apa sih fungsi dan gunanya merubah-rubah bentuk mata uang sesering kita ganti baju? Bukannya itu justru meresahkan masyarakat ya? Apa gara2 itu juga nilai rupiah kita ga pernah bagus lagi di mata dunia?

Ayuk, cukup dong perubahan ga signifikan ini. Kami merindukan sebuah ketenangan dalam bentuk kesinambungan kebijakan dan bentuk mata uang. Biar tabungan dan pikiran kami tidak terkuras untuk memikirkan polah pemerintah yang lama kelamaan makin tidak masuk akal.

Pemerintah, ga mau kan kalau ada anak kecil nangis di depan istana negara trus bilang"celengan sapiku dicuri pak presiden", sambil guling2? Saya akan ikutan guling2 karena saya juga korbannya.

Celengan sapiku dicuri negara, ibu.. Kemana lagi harus kucari??

Sunday, February 6, 2011

What's the use of having a religion if you do it anyway??

(WARNING: this writing is purely self reflection)


What's the use of praying to God if we kill?

What's the use of praise God's name if we committed crime and corruption?

What's the use of coming to the House of God if we cheat, lie and make others suffering?

What's the use of reading God's words if we don't let pregnant woman and old people to stand up in the crowded bus or trian while we sit comfortably?

What's the use of telling the world that we have religion if we throw garbage where you want and smoke in front of non-smokers?

TELL ME!! Somebody tell me...

What's the use of having or believing in a religion if we do it anyway?? If we defy all the good things that religion has telling us to do so??

Religion, some say, is a way of life. To praise the Almighty, to thank for the life we have. Religion give us a guidence on how to live the so-called human short life in a good way. So that at the end of the road, we can be given a ticket to heaven.

So, do we think that having a religion is enough without living the good guidence? Or do we think that interpreting it in our religious way that defy other religion means we gonna get a free pass to heaven?

Do we get a free pass by committing crime, corruption and killing? Do we think we can get the free pass if what we basically do is breaking all the basic rules of human relations??

Oh maybe I'm mistaken in interpreting religion..

I am sorry.. Maybe I should interpret it this way

That God and our religion is a scapegoat! A scapegoat for our guilt and wrong doings. So when we think we did something wrong or harming other human being, all we need to do is praying to God and then we will be forgiven. But then, we do it again and again and again.. And we pray and ask for forgiveness and again and again..

"ah, I'm tired today. Some other young man should give that old lady a seat. Not me"

So we come to God and ask for forgiveness then we wil do it again if we feel tired in a crowded bus.

Oh we must be kidding ourself! We are supposed to praise the God and live the way the religion has said, not making God a scapegoat!

Rather than telling the world we are religious, why don't we just try to use our heart. Ask our heart..

We, human, is Made from blood, flesh, brain and heart. Ask our heart first, learn to listen and use it. Teach ourself to use our heart..

Then i believe we wont make God our scapegoat. Someone from my past said she didnt have a religion just because his parent never introduce her to God. But her kindness to me, her respect to my life and my religion surpass some other people who tell me how to praise God in a good way.

Then i ask myself, how could she be so kind and understanding? While she tells me she didnt even believe in God? Didnt someone once told me that it is the religion teaching that teach us how to be kind to other?

Ah, now i understand.. It is not our religion that teach us how to use our heart and to be kind to other. It is our self! It is our self that learn how to use our heart.

So, stop making excuse in the name of God and religion if we committ crimes to other. It is us, ourself that did it and hold responsible about it. Ask our heart and stop making God and religion our scapegoat.

And i need to remind myself too, that there is no free pass to heaven.

p.s. I would like to ask for deepest forgiveness if you who read this feel that my writing has hurt your feeling. There is no such intention. This writing is purely a reflection to myself.

Friday, January 28, 2011

jujur jilid dua

jujur itu kadang emang menyakitkan, tapi bersikap jujur juga sebuah bentuk pembebasan. Pembebasan diri dari ketidakjujuran. Menuju ke sebuah pembelajaran diri. Untuk tahu siapa kita sebenarnya..

Dan kali ini, gw akan mengatakan yang sejujurnya pula..

Satu, Gw lebih suka nonton drama dan dengerin musik dibanding membaca buku.
Burukkah? mungkin... tapi gw lega udah bisa mengakuinya..

Kedua, gw sangaaaat suka dengan deskripsi kerjaan unhcr.
Never in my life I was so exited on my job. Gw dah muak dengan kerjaan penelitian karena selama ini, kerjaan itu bikin gw frustasi. berkali-kali meneliti dan mencoba advokasi ke penguasa, tapi ga ada hasil yang memuaskan. Tampak nyata di depan mata. Makanya, ketika tahu ada kerjaan training itu, i am sooo exited! Disamping bisa jalan2 keliling Indonesia, ini juga bisa jadi pekerjaan yang membawa manfaat. Berbagi ilmu dan pengetahuan dengan banyak orang. Seperti pekerjaan dosen tapi tidak sepenuhnya begitu. trainer itu penyebar semangat dan manfaat.. semoga Allah mengijinkan ini menjadi pekerjaan yang terbaik untuk saat ini bagiku. amiiiinnn....

Tuesday, January 18, 2011

Jujur

Akhir-akhir ini jadi sering merenung. Bukan karena ga ada kerjaan ataupun kurang bahan tontonan drama. Tapi mungkin lebih karena perasaan galau yg memuncak.

Sudah hampir 4 bulan semenjak balik ke indonesia, tak jua lamaran pekerjaan mendapat jawaban yg positif. Yang ada hanya penolakan. Lantas kembali ke kehidupan lama. Bergaul dengan dunia anak lautan. Bergumul dengan dorama, musik dan video. Berkhayal dan bermimpi. Bukannya negatif lho ini. Karena disatu titik di sepanjang kegilaan itu, ada dua lagu yang menolongku mengatasi badai. Badai patah hati dan patah semangat.

Kini saat aku mulai berjalan tegak kembali, aku merasakan dorongan luar biasa untuk kembali jujur. Jujur pada diriku sendiri. Menanyakan apa mauku dan juga keinginanku. Kalau dalam istilah akademis yg diceritakan seorang teman, itu namanua mempraktekkan nlp, neuro linguistic programming.

Sudahlah apapun itu namanya, aku mau jujur. Sekarang dan seterusnya. Agar tenang dan jalan itu terbuka.

Pertama, aku suka beli buku tapi hampir2 aku tak pernah selesai membacanya. Nah, prasyarat utama menjadi seorang peneliti yg baik adalah banyak membaca. Kalau membaca saja aku malas, mungkinkah aku jadi peneliti yg baik? Mungkin karena itu juga, tesisku tak sempurna. Dan ketika kembali menjadi peneliti skrg, aku merasakan hamparan ketidakpuasan dan kehampaan yg menyesakkan.

Kedua, rupanya foto itu hanya sekedar hobi. Aku tak bagus untuk jadi profesional. Ya sudahlah kalau begitu.

Ketiga, aku mau bekerja di pbb ataupun lembaga internasional lainnya. Tapi nyatanya, semua aplikasiku gagal. Begitu juga dengan yg expert staff dpr yg jelas2 sesuai dengan latar belakangku. Aku jujur bingung. Letak kekurangan atau kesalahannya ada dimana. Apa memang takdirku di deplu? Entah lah.. Aku juga tidak tahu.

Keempat, aku mau berkarir di swasta. Tapi tak ada panggilan. Bingung juga..

Kelima, maunya jadi social whore. Apa juga kegiatan sosial diikuti. Mulai dari flp, akademi berbagi, smp kumpul2 brg temen. Semua diiyain. Dengan alasan, bikin social support system. Tapi kok bebannya besar ya. Pulang malam mulu dan keluar duit byk. Dan skrg rasanya udah ampir ga kuat. Mau meledak. Temen dikit ga papa, tapi aku tetep maruk. Yah at least, menyenangkan ada Temen baru dan tawaran baru berkat pelacuran sosial itu.

Keenam, pengen banget bikin buku. Tapi sampai detik ini, satu kalimatpun belum ditulis. Ini beneran ga sih niatnya?! ato emang gw beneran males nulis ya? Bullshit itu alasan ga ada mood atau kurang waktu. Lha wong ada kok mood dan waktunya. Ga ngerti juga kenapa?? Ato emang udah males nulis aja???

Ketujuh, soal kawin. Resah sih ga ketemu jg cowok yg katanya ditakdirkan untukku. Coba dicari2 kok ga ketemu juga. Alhamdulillah nya ketemu Imel, dpt cerita ttg pernikahan yg sepertinya memang tak selalu seindah dongeng. Bersyukur aku jadi single.

Kata kunci, aku harusnya banyak bersyukur dan jujur. Siapa tau kegalauan ini berujung pada sebuah pemahaman baru. Amin

Asakusa, Jakarta dan Tahun Baru

Pernahkah anda mendengar mengenai Asakusa Samba Festival? Festival tahunan ini adalah salah satu festival terbesar di Tokyo dan banyak mengundang minat turis domestik Jepang Dan asing tentunya. Diadaptasi dari festival samba rio de jeneiro di Brazil, Asakusa samba festival juga menghadirkan atraksi yg serupa. Ratusan bahkan ribuan orang berdandan segala rupa dengan bulu2 palsu beraneka warna. Benar-benar menghadirkan suasana pesta yg sebenarnya.

Tapi..disana letak masalahnya. Penari samba itu berpakaian minim. Dan sungguh membuat saya merasa malu sendiri ketika mau foto2 mereka. Padahal kostum mereka yg heboh itu justru yg jd atraksinya. Ketika melihat kembali foto2 itu, saya putuskan untuk menyimpannya sebgai koleksi pribadi. Tak sampai hati saya memperlihatkan sesuatu yg menentang Hati nurani. Tidak mau teman-teman Indonesia melihatnya. Atas nama moralitas dan religiusitas.

Hari ini, saya tiba-tiba dihadapkan pada sebuah kenyataan sosial Jakarta yg tidak pernah saya kenal sebelumnya. Samba festival itu hadir di Indonesia. Lebih tepatnya menjadi tema besar perayaan pergantian tahun di salah satu mall di Jakarta.

Gadis-gadis muda berpakaian minim berdandan menor dengan bulu-bulu aneka warna menari samba - banyak yg akhirnya dansa suka-suka saja asal terlihat seksi.

Saya jadi teringat tayangan segala aneka rupa Miss universe atau miss world. Pada bagian para peserta memakai swim suit alias pakaian renang, bagian itu pasti tidak ditayangkan. Alasannya cukup jelas: bagian itu mengekspos badan wanita dan karenanya bertentangan dengan nilai moralitas dan keagamaan yg dianut di negeri ini.

Lantas, kenapa ada pesta pamer yg katanya terlarang disini? Di depan para penari itu, ada berbagai macam orang. Laki-laki, perempuan, tua muda. Dan yg plg menyedihkan, anak-anak! Menikmati tontonan gratis yg katanya "terlarang" itu!

Saya hanya bisa menepi dari keramaian, tidak berani memandang. Ini pesta tahun baru yg pertama di mall dan mungkin yg terakhir pula. Tak kuasa pula aku pulang, atas nama kesetiakawanan.

Tuhan, bolehkah aku meminta sesuatu? Kelak, jika anak-anakku beranjak dewasa, lindungilah mata dan hati mereka. Seperti halnya ibuku melindungi jiwaku di masa kecil dan remajaku.

Wednesday, December 22, 2010

Freedom and Commitment

Quoting Quelho, "freedom is not in the absence of commitment, but the ability to choose and commit my self to - what is best for me"

For the past couple of months, I have been in continuous search of jobs that I want to do. I'll say it again, looking for jobs.

Jobs, what does that word mean to you? Is it about doing a work and get paid? Or doing things you like but still you are chasing for the money? Or doing what you like and do best at.

In my case, I look for a job within the UN system or international organizations. I want to do another thing other than researching with local NGOs. I want to do something more, something big. And since interning with the UN, working with this body seems to make more sense than anything I ever wanted in life. Only to find myself loosing in the way to get there.

I landed a job back from the old office. I should be thankful for having a job, in a place I used to belong and in a field that I have been for the past few years. Yet, I feel a storm of boredom and a bigger wish to escape the likely routed way. Do I really hate doing research? Do I really want to have that UN jobs that I despise the work I should be thankful?

Guess, I have to resort to say that I will work my ass off so one day I can work for the UN